top of page

Apakah Tujuan Hidup Kita, Mengapa Kita Ada, dan Untuk Apa?

Updated: Oct 21, 2020


Pernahkah kita bertanya dalam hati, apa tujuan hidup ini? Atau mengajukan pertanyaan, mengapa kita ada? Jika kita menanyakan hal tersebut kepada diri kita, mungkin kita akan mendapatkan jawaban yang berbeda dengan orang lain. Barangkali menurut kita tujuan hidup kita adalah berbuat kebaikan sebanyak banyaknya kepada orang lain, sah-sah saja. 


Mungkin kita juga bisa berpendapat bahwa tujuan hidup kita adalah mencari harta sebanyak-banyaknya dan kemudian menghabiskannya karena kita menganggap hidup itu hanya sekali saja dan tidak ada kehidupan lagi setelahnya, sah-sah saja pendapat seperti itu. Atau mungkin kita berpendapat bahwa tujuan hidup adalah untuk melakukan evolusi, menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih baik lagi dari waktu ke waktu.


Yaps, semua pendapat tadi adalah benar, tidak salah. Karena semua berasal dari pemikiran kita, hasil dari perenungan kita dalam melihat kehidupan ini. Pendapat orang lain yang berbeda-beda mengenai tujuan hidup dan tujuan penciptaan sangatlah membuat kita bingung, karena setiap pendapat berdasarkan pada pengetahuan dan pengalaman pribadi, sayangnya setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pada jawaban mengenai apa tujuan diciptakannya manusia.


Apa yang teman kita utarakan adalah benar, tapi mungkin saja salah. Itu benar menurut pandangan mereka, namun belum tentu benar menurut pandangan kita karena apa yang kita alami, rasakan, dan pelajari, barangkali mengatakan hal yang sebaliknya. Mungkin itu adalah kebenaran menurut mereka.


Benar-salah adalah perkara sudut pandang. Saling menghargai perbedaan membuat kita menjadi tetap rukun serta damai. - Pria Berjenggot

Namun, kita haruslah tetap berdiskusi, kita tabrakkan pendapat kita, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu kebenaran yang objektif yang sifatnya kolektif dan bukan untuk mencari pembenaran akan argumen kita masing-masing. Karena kebenaran bersifat subjektif, tergantung siapa yang memandang dan apa yang dipandang, maka mungkinkah kita dapat mencari sebuah kebenaran yang objektif? benar apa adanya?


Kebenaran sejati ada di dalam diri. Bukan diluar diri. Kalau diluar namanya pembenaran.

Sedikit kisah pada saat penemuan telpon oleh Alexander Graham Bell. Ketika Bell telah menemukan alat yang dapat menyambungkan perkataan-perkatan seseorang kepada seseorang lainnya walaupun dengan jarak yang jauh, banyak orang yang bertanya-tanya mengenai penemuan Bell tersebut.


Banyak yang bingung terhadap apa yang dilakukan oleh Alexander Graham Bell akhir-akhir itu. Tidak ada yang tahu jelas apa yang ia lakukan di sebuah gubuk tempat ia melakukan experiment, yang ada hanyalah spekulasi mengenai apa yang benar-benar ia lakukan, tanpa ada yang tahu pasti apa yang sedang ia kerjakan.


Ada yang mengatakan Alexander Graham Bell "si bisu" sedang mengerjakan alat penangkal roh halus karena pada zaman tersebut masih simpang siur mengenai sihir black magic, ada pula yang mengatakan bahwa Alexander Graham Bell sedang mengerjakan alat yang dapat menangkal petir, bahkan ada yang mengatakan Alexander Graham Bell  sedang mengerjakan alat yang mampu membawa seseorang ke masa depan.


Namun diantara banyak spekulasi yang ada, hanya sedikit orang yang tahu bahwa Alexander Graham Bell sedang mengerjakan sebuah alat yang akan menghubungkan manusia dengan manusia lainnya walau dengan jarak jauh. Memang manusia bebas berspekulasi. Namun jika kita dengarkan spekulasi orang-orang maka akan ada banyak opini dan tidak semua opini itu benar.


Sebuah analogi yang menarik, yakni jika kita ingin mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh Alexander Graham Bell, maka tanyalah langsung kepada Alexander Graham Bellnya, jangan hanya berspekulasi. Spekulasi kita mungkin benar, namun mungkin juga salah. Oleh karena itu, cara yang paling baik dan bijak untuk mengetahui tujuan penciptaan sesuatu adalah dengan menanyakan langsung kepada yang menciptakan sesuatu tersebut.

Siapakah pencipta kita? Tuhan


Baca juga :



Tuhan yang mana? Itulah yang harus kita cari bersama-sama.


Mengenal diri adalah kunci untuk mengenal Allah, seperti ungkapan Al Imam Ghozali, “ Barang siapa mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhan-NYA”. Mengenal diri tidak akan pernah sempurna kalau tidak mengenal asal kejadian diri, dari mana kita berasal dan kemana kita akan kembali. Mengenal diri berarti mengkaji diri sendiri, dengan jalan memperbanyak renungan dan berdiam diri, berbicara dengan diri sendiri, mengoreksi diri sendiri dan yang lebih penting lagi selalu memperbaiki diri sendiri.


Kunci untuk mengenal diri adalah selalu khusyuk dalam hidup, dan kuncinya khusyuk dalam hidup adalah selalu berprasangka baik terhadap segala sesuatu, termasuk selalu berprasangka baik terhadap segala sesuatu, termasuk selalu berprasangka baik kepada Allah, dengan segala ketentuan-NYA, hati selalu berdzikir kepada Allah Tuhan seluruh Alam, selalu berserah diri kepada-NYA dalam segala keadaan.


Khusyuk dalam hidup berarti selalu sibuk dengan diri sendiri. Selalu sibuk untuk selalu memperbaiki diri sendiri, dari waktu ke waktu, memilih berhenti mengoreksi dan menyalahkan orang lain, apalagi menghakimi dan menilai orang lain. Hingga tidak ada waktu untuk melihat dan menilai perbuatan dan tingkah laku orang lain, apalagi untuk menghakimi dan menghukumi amal perbuatan orang lain.

Segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya dan yang ada di luar dirinya, menjadi lewat begitu saja, tidak membekas dan mengotori hatinya. Orang yang khusyuk dalam hidupnya, dia akan mampu mengendalikan akal pikir dan nafsunya, menjadi begitu tenang, hatinya begitu teduh. Mampu melihat segala sesuatunya selalu ada kebaikan dan kebenaran, selalu ada makna dan arti dibalik segala sesuatu, dia bisa melihat kebenaran dan kebaikan di dalam keburukan, dan dia juga bisa mengambil hikmah, makna dan arti dibalik keadaan dan kejadian itu.


Begitu juga, dia akan mampu melihat ada kebajikan dan kebenaran dibalik setiap kebaikan, dan dia juga mampu mengambil hikmah, dasar untuk meniti jalan menuju khusyuk dalam hidup. Apabila hidup selalu kasak-kusuk, selalu disibukkan dengan menilai, menghakimi dan menghukumi perbuatan dan tingkah laku orang lain, maka diri akan selalu resah, dan jauh dari ketenangan dan ketentraman.


Sedangkan diri yang tenang dan tentram itu adalah diri yang mendapat undangan Allah untuk masuk ke dalam surga-NYA. Dan di dalam surga-NYA, kita akan mengenal dan berjumpa dengan-NYA. Untuk mengenal Allah dan berjumpa dengan-NYA harus dengan satu syarat, yaitu kita harus dalam keadaan tenang, jiwa dan hati harus dalam ketentraman dan kelembutan.


Diri yang tenang adalah suatu tanda bahwa iman kita kepada Allah, baik dan buruk yang ada dan terjadi pada diri kita dan di luar diri kita, semua dari Allah dan pasti kembali kepada Allah. Dan bila hidup kita selalu di penuhi dengan sikap kasak-kusuk, itu pertanda iman kita itu begitu tipis dan semakin tipis, dari hari ke hari. Bila kita telah yakin segala sesuatu itu datangnya dari Allah, maka untuk apa kita mempermasalahkan setiap segala sesuatu yang ada dan terjadi.

Iman seorang yang tipis akan menmbuat keyakinan seorang akan mudah goyah, terombang-ambing oleh setiap keadaan dan kejaidan disekitarnya. Tanda-tanda iman seorang yang tipis, dia akan begitu mudah terpengaruh oleh keadaan dan kejadian yang berbeda di luar dirinya, hingga keadaan dan kejadian itu mengotori akal dan pikiran dan hatinya. Begitu mudah sebuah keadaan dan kejadian disekelilingnya, mempengaruhi akal dan pikirannya, mempengaruhi emosi, sikap dan tingkah lakunya.


Bagi seorang yang tipis imannya, mereka akan cepat merespon segala kejadian dan keadaan, tanpa berpikir dahulu, tanpa memilah dan memilih, apalagi merenungkan dulu, baik dan buruknya, sehingga semua sikap dan perbuatan tanpa terkontrol. Segala sikap dan perbuatan yang tidak terkontrol, akan menjerumuskan seseorang kedalam jurang kesesatan dan penyesalan.


Salah satu tanda orang yang tipis imannya, segala sesuatu akan di lakukan dengan tergesa-gesa, sesuatu yang di lakukan secara tergesa-gesa itu adalah  salah satu sifat syetan, yang bercokol pada diri manusia. Bila segala sesuatu yang di lakukan secara tergesa-gesa, maka akan menjadi buta, tidak bisa melihat mana yang hitam dan mana yang putih, mana yang benar dan mana yang salah, apa lagi untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Segala sesuatu akan menjadi gelap gulita, hingga semua tindakan akan serba salah, yang berakibat merugikan diri sendiri dan orang lain, dan pada akhirnya sebuah penyesalan yang akan di dapat.


Demikian penjelasannya, Saya jufry masih miskin pengetahuan niat saya hanya untuk berbagi.


Salam,

 
 
 

Commentaires


Post: Blog2_Post
bottom of page