Pengertian Tafakur
- Dia jufry
- May 2, 2020
- 3 min read
Updated: Aug 1, 2020
Tafakur adalah perenungan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu inti atau hasil dalam mencapai kebeningan pikiran dan hati sehingga dapat menjadikan hidup ini lebih berharga dan dimanfaatkan untuk kebaikan dan kedekatan bersama Tuhan.
Tafakur berasal dari bahasa arab, Tafakkara, yang berarti memikirkan atau mempertimbangkan perkara. Dalam KBBI, tafakur berarti renungan, perenungan,merenung, menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh, atau berarti pula mengheningkan cipta1
Tafakur atau berpikir secara terminologis adalah nama untuk proses kegiatan kemampuan akal pikiran di dalam diri manusia, baik yang berupa kegiatan hati, jiwa, atau akal melalui nalar dan renungan.
Tujuannya untuk mencapai makna-makna yang tersembunyi dari suatu masalah, atau ketetapan hukum, atau asal usul korelasi antar permasalahan. Tafakur adalah proses mengamati, menganalisis, dan merenungkan antara satu unsur dengan unsur yang lain.
Dari proses tersebut, lahirlah pendapat atau kesimpulan yang mampu mendekatkan diri kita pada Allah SWT. Tafakur adalah proses mengamati dan merenungkan semua ciptaan Allah SWT yang ada di muka bumi, sehingga mampu mengokohkan keimanan. Ujung dari orang yang senantiasa bertafakur adalah ia akan tercengang dan terkagum-kagum akan kekuasaan Allah SWT yang tidak terhingga.
Pada hakikatnya tafakur merupakan suatu kesadaran untuk mendapatkan bukti adanya Allah SWT dan kekuasan-NYA yang bermuara pada keyakinan, selanjutnya dengan bertafakur manusia dapat menempatkan diri di alam dengan mengetahui kondisi baik dan buruk hanya dengan kekuatan akal dan iman yang membantu mereka menerima kebaikan yang melahirkan ketenangan.
Iman dan akal pula yang menolak keburukan dan sesuatu yang dibenci, hal inilah yang menjadi inti ajaran islam. Manusia sebagai ciptaan yang memiliki akal, manusia dianjurkan bertafakur terhadap segala bentuk ciptaan Allah SWT yang ada di muka bumi dan di langit.
Manusia seharusnya berpikir sebagai bentuk rasa syukur tersebut, termasuk dalam proses penciptaan manusia. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman dalam surah Adz-dzaariyat ayat 21, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
Dan di bumi terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang yakin dan percaya,
Allah SWT memberikan kedudukan bagi manusia yang senantiasa berpikir, yang disebut dengan ulul albab atau orang yang berakal. Didalam Al Qur’an disebutkan dalam surah Ali Imran ayat 190-191 yang artinya :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.
Akal merupakan anugrah yang tidak terhingga bagi manusia. Dengan akal
manusia bisa membedakan antara perkara yang menyesatkan dan menyelamatkan, antara sesuatu yang baik dan buruk.
Paling utama yakni membedakan antara manusia dengan makhluk ciptaan-NYA yang lain. Manusia seharusnya mensyukuri semua nikmat yang telah ada di muka bumi walaupun sering tidak disadari. Semua yang ada dimuka bumi, baik yang kecil atau besar, semuanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.
Dalam sebuah hadits, disebutkan bahwa Rosulullah Saw bersabda,
Berpikir sesaat lebih baik daripada beribadah seribu tahun”. (HR. Ibnu Hibbah dari Abu Hurairah).
Hadist tersebut seakan menegaskan bahwa bertafakur mendapat perhatian yang serius dalam Islam. Orang yang bertafakur ternyata lebih baik daripada orang yang hanya beribadah, tetapi tidak bertafakur.
Orang yang mengamati, merenung dan berkontemplasi atas ciptaan Allah SWT akan memantapkan pengetahuan tentang kekuasaan dan kemahaluasan-NYA.
Jadi dapat disimpulkan bahwa orang yang bertafakur tidak akan pernah meninggalkan perkara dunia karena objek tafakur itu ada di dunia. Meliputi semua nikmat Allah SWT, alam dan interaksi di dalamnya, bahkan saat ini dan disini hanyalah karena Allah SWT.
Ketika seseorang mampu melewati sesuatu yang diamati dari dunia menuju sesuatu yang mutlak, maka dapat dikatakan keimanan seseorang akan bertambah dan dinilai sebagai ibadah karena mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Baca juga :
Comments